PROFESIONALISME DALAM PENDIDIKAN
By. Abu Bakar
A. PENDAHULUAN
Dunia pendidikan mengalami krisis profesionalisme. Setidaknya inilah salah satu indikator yang oleh banyak kalangan menjadi berita aktual dan paling banyak mendapat kritikan. Hal ini disebabkan karena pengesahan anggaran tidak dibarengi dengan meningkatnya mutu pendidikan disemua jenjang. Dan banyak lagi kasus-kasus yang muncul yang tidak bisa dipisahkan dari profesionalisme.
Kasus-kasus seperti ini, seharusnya tidak perlu terjadi lagi mengingat perhatian pemerintah yang begitu besar dalam meningkatkan out put dari sebuah pendidikan. Oleh karena itu seyogyanya, pendidikan dan segala system yang ada didalamnya menjawab dengan kompetensi yang sehat dengan lembaga-lembaga yang lain.
Guru misalnya, yang terlibat langsung dalam mendidik peserta didik harus memiliki profesionalisme yang teruji sehingga mampu melaksanakan pembelarajan dengan baik yang lebih professional. Tidak ada alasan bagi seorang guru untuk mencari tambahan penghasilan dengan dalih demi kebutuhan keluarga diluar profesinya sebagai seorang pendidik.
Dalam pendidikan Islam, guru Agama Islam juga dituntut untuk menjalankan profesinya dan mengedepankan nilai-nilai ajaran agama. Abdul Mujib, (2006) Guru Agama mempunyai fungsi dan tugas sebagai pendidik yang mengarahkan peserta didik kearah kedewasaan dan kepribadian kamil.
“serulah ke jalan Tuhanmu (Wahai Muhammad) Dengan hikmat kebijaksanaan dan nasihat pengajaran Yang baik, dan berbahaslah Dengan mereka (yang Engkau serukan itu) Dengan cara Yang lebih baik; Sesungguhnya Tuhanmu Dia lah jua Yang lebih mengetahui akan orang Yang sesat dari jalannya, dan Dia lah jua Yang lebih mengetahui akan orang-orang Yang mendapat hidayah petunjuk.”(an-Nahl : 125)
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Profesionalisme
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya riwayat; pekerjaan; pekerjaan tetap; pencaharian, pekerjaan yang merupakan sumber penghidupan.[1]
Menurut bahasa profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejujuran, dsb.) sedang menurut istilah bahwa profesi adalah merupakan seorang yang menampilkan suatu tugas yang mempunyai tingkat kesulitan dan mempersyaratkan waktu persiapan dan pendidikan cukup lama untuk menghasilkan pencapaian pendidikan kemampuan ketrampilan dan pengetahuan berkadar tinggi.[2]
2. Gambaran Umum Tentang Profesionalisme
Profesionalisme, pada prinsipnya pembedahan ulang atas satu benih diskusi yang sudah ada selama manusia bertumbuh dalam kesadaran akan berbagai realitas diluar dirinya. Jadi, benih profesionalisme sebetulnya sudah ada sejak manusia dilahirkan sebagai pribadi unik, mempunyai bakat dan kemampuan berbeda dengan orang lain. Sejak itu seorang manusia disiapkan menjadi tenaga professional yang cocok dengan bakat dan kemampuannya. Menurut penulis, ini sejalan dengan maksud dari firman Allah swt dalam surah Al-An’am ayat 135 sebagai berikut:
ö@è% ÉQöqs)»t (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏB$tã ( t$öq|¡sù cqßJn=÷ès? `tB Ücqä3s? ¼çms9 èpt7É)»tã Í#¤$!$# 3 ¼çm¯RÎ) w ßxÎ=øÿã cqßJÎ=»©à9$# ÇÊÌÎÈ
135. Katakanlah (Wahai Muhammad): "Wahai kaumku , buatlah sedaya upaya kamu, Sesungguhnya Aku juga tetap beramal (berusaha Dengan bersungguh-sungguh untuk mempertahankan Islam); kemudian kamu akan ketahui siapakah Yang akan beroleh kebaikan dan kejayaan di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang Yang zalim itu tidak akan berjaya.
Hal tersebut tidak bisa dimodifikasi menjadi professional dalam segala bidang kehidupan manusia. Manusia sudah ditakdirkan untuk menjadi ahli dalam bidang tertentu.
Benih profesionalisme bertumbuh kian besar dan kokoh. Ilmu-ilmu menjadi kian terspesialisasi dan menuntut dikuasai dengan kamampuan khusus. Dia membangun batas-batas dalam hal metode kerja dan tidak boleh dilanggar kedaulatannya apalagi dicampurbaurkan dengan metode dan cara kerja ilmu lain. Karena itu, sebagai manusia jarang, bahkan tidak mungkin, menguasai semua ilmu yang ada. Ia hanya bisa menjadi ahli bidang ilmu tertentu.
Dalam dunia modern, benih profeionalisme amat kuat dan merasuki seluruh laisan masyarakat. Setiap manusia sadar bahwa dirinya menjadi professional hanya dalam bidang tertentu. Ia menyadari keterbatasannya. Semikianlah profesionalisme merupakan kesadaran diri manusia sebagai makhluk terbatas dan menjadi sahabat manusia modern.
Tuntutan profesionalisme juga mempengaruhi atmosfer pendidikan didalamnya. Dunia pendidikan terdorong menghasilkan ahli-ahli yang profesional dalam bidang khusus. Suatu system pendidikan dikatakan baik dan bermutu apabila memberi peluang besar bagi pembentukan tenaga profesional. System itu harus menghasilkan out put yang bisa secara benar menyandang profesi profesi tertentu dan menyiapkan peserta didik untuk karier tertentu.[3]
3. Langkah menuju Profesionalisme
Untuk menuju profesionalisme pendidikan H.A.R Tilaar (1997;17) menyatakan bahwa ada 3 ciri utama yang harus dicermati dalam pendidikan nasional sekarang ini, yaitu :
a) System yang kaku dan sentralistik
b) Praktek KKN serta koncoisme
c) Sistempendidikan yang tidak berorientasi pada pemberdayaan rakyat.
Untuk itu, perlu reformasi yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Reformasi jangka pendek, pada tahap ini upaya yang dilakukan adalah pengikisan praktek tercela KKN dan koncoisme didalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Usaha tersebut bergandengan dengan usaha untuk menegakkan asas profesionalisme didalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
2) Reformasi jangka menengah, salah satu prioritasnya adalah penataan system yang didasarkan pada prinsip desentralisasi sehingga betul-betul memberdayakan masyarakat banyak yang mana isi kurikulum lebih lebih menekankan kepada pemberdayaan rakyat dipedesaan dan rakyat kecil.
3) Reformasi jangka panjang, disini perlu pemantapan sistem pendidikan nasional yang kokoh, terbuka, bermutu, sehingga dapat bersaing dengan bangsa-bangsa dikawasan regional maupun internasional.
Profesioenalisme pendidikan dapat juga diwujudkan dengan mengaflikasikan berbagai konsepkerja dibidang lain dalam pendidikan. Misalnya; pendekatan sistem, kebutuhan tenaga kerja, permintaan masyarakat dan pendekatan lainnya yang merupakan konsep-konsep dibidang ekonomi. Reformasi pemberdayaan guru dan tenaga kependidikan diarahkan pada system pendataan kebutuhan, pendidikan, rekrutmen, penempatan, dan pemerataan penyebarannya, serta pembinaan karir dan perbaikan system imbalan serta kesejahteraannya sebagai tenaga profesional, yang pengelolaannya secara terdesentralisasi. berkaitan dengan perbaikan moral, maka peranan pendidikan agama tidak dapat ditinggalkan.[4]
4. Urgensi profesionalisme dalam Pendidikan
Pergesaran pola kebutuhan masyarakat memerlukan perubahan dengan cara kita memenuhi kebutuhan tersebut. Kesemuanya akan mempengaruhi kompetensi SDM yang kita butuhkan, yaitu mereka yang cakap dalam penerapan teknologi, yang menguasai manajemen, memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan serta kepakaran yang memadai, serta indikator-indikator lainnya. Banyak kekawatiran dalam kesiapan SDM ini, diantaranya belum terpenuhinya bidang kerja dengan kemampuan sumber daya yang ada. sejak bergulirnya otonomi daerah, pengelolaan SDM didaerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten/kota cukup memprihatinkan. Banyak pimpinan daerah yang secara serampangan menempatkan orang-orangnya tidak dengan memperhatikan aspek kompetensi dan profesionalisme. Demikian juga dalam lembaga pendidikan, banyak perekrutan melalui system nepotisme yang pada akhirnya perekrutan tenaga pendidik diisi oelh orang-orang yang bertolak belakang dengan basic keilmuannya. Bagaimanapun sebuah jabatan jika tidak diisi oleh tenaga professional maka akan berakibat menghambat peningkatan kualitas.
Oleh karena itu, berdasarkan pemikiran diatas maka pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan harus segera dilakukan, khususnya yang menyangkut tenaga kependidikan yang berada dalam satuan pendidikan seperti;
· kepala TU,
· tenaga administrasi,
· laboran,
· pustakawan,
· operator TIK,
· guru,
· kepala sekolah,
5. Profesionalisme tenaga admistrasi
Kepemilikan kemampuan melaksanakan tugas-tugas professional lain dan tugas-tugas administrative dalam rangka pengoperasian sekolah, disamping kemampuan ambil bagian di dalam kehidupan kesejawatan di lingkungan sekolah. Peda hakikatnya ada delapan kategori pengetahuan yang menjadi tuntutan yaitu;
F Pengetahuan tentang sumber bahan dan materi
F Pengetahuan tentang karesteristik pelajar
F Pengetahuan tentang longkungan social-budaya
F Pengetahuan tentang system nilai dan falsafah Negara
F Pengetahuan tentang proses tingkah laku manusia
F Pengetahuan tentang penguasaan teknik penyajian informasi
F Penguasaan teknik mengumpulan data dan pemanfaatannya
F Pengetahuan tentang system pendidikan sebagai bagian terpadu dari system social-negara.[5]
Sebagai upaya konkrit dalam pembinaan dan pengelolaan SDM terutama dalam rangka meningkatkan profesionalismenya yaitu dengan ditetapkannya standar kompetensi yang berlaku diindonesia. Tenaga Administrasi sekolah misalnya; mempunyai peran langsung dalam pelaksanaaan kegiatan mempersiapkan segala yang berhubungan dengan pengadministrasian sehingga mendukung kelancaran proses pembelajaran dan admistrasi sekolah.[6]
Selanjutnya, penulis menjelaskan landasan Yuridis Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang pendidikan Nasional : terutama yang berkaitan dengan butir-butir berikut antara lain;
1. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berncana dan berkala.
2. Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. (pasal 35 ayat 1 dan 2)
3. Tenaga pendidikan bertugas melaksanakan administrasi pengelolaan pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan, (pasal 39 ayat 1)
4. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban, menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, mempunyai komitmen secara professional untuk peningkatan mutu pendidikan dan member teladan dan menjadi nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. (pasal 40 ayat 2)[7]
5. Guru yang Profesional dan Efektif
Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas dan mampu bersaing dengan bidang lain maka faktor pertama yang harus menjadi perhatian semua elemen terutama dalam dunia pendidikan sendiri adalah Guru. Kenapa banyak kritikan ditujukan kepada guru, karena guru adalah menjadi penentu dalam proses pendidikan. Gurulah yang membentuk dan menciptakan out put peserta didik menjadi baik dan teruji dalam kompetensi. Oleh karenanya, penulis ingin menjelaskan secara umum bagaimana menjadi guru yang profesional.
Professional Guru, adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.[8]
Oleh karena itu menurut UU, No. 14 tahun 2005 maka profesi guru dilaksanakan berdasarkan prinsip :
1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealism
2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia
3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas
4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan tugas
5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat
8) Memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan
9) Memiliki organisasi profesi yang memunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofeionalan guru.[9]
Untuk mendapatkan guru yang professional, maka dengan otonomi daerah, pemerintah daerah benar-benar melakukan pola perekrutan tenaga pendidikan dengan mengedepankan kualitas dan melakukan pembinaan karier agar tercipta profesionalisme dan efektif dalam pendidikan yang sesuai dengan amanat Undang-undang.
Memiliki guru yang professional dan efektif merupakan kunci keberhasilam bagi proses belajar mengajar disekolah.
Menurut John Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat, dengan hasil penelitian dengan judul ; Behind the Classroom Doors, yang didalamnya menjelaskan bahwa ketika para guru telah memasuki ruang kelas dan menutup pintu-pintu kelas itu, maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh guru. Hal ini sangat masuk akal, karena ketika proses pembelajaran berlangsung, guru dapat melakukan apa saja dikelas. Ia dapat tampil sebagai sosok yang menarik sehingga mampu menebarkan virus nAch (need for Achievement) atau motivasi berprestasi.[10]
Guru yang profesional perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif. Kemudian bagaimana cirri-ciri guru yang efektif? munurut Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas, paling tidak ada empat kelompok besar ciri-ciri guru yang efektif yang terdiri dari:
Pertama, memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas. Seperti kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan
Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran yang meliputi; kemampuan menghadapi siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan bahan ajar yang lebih menarik.
Ketiga, memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik dan penguatan yang terdiri dari; respon positif kepada siswa, respon terhadap siswa yang lamban belajar, mampu member tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan, mampu member bantuan professional kepada siswa jika sewaktu-waktu diperlukan.
Keempat, memilikikemampuan terkait dengan peningkatan diri, terdiri dari, kemampuan menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif, mampu memperluas dan menambah pengetahuan mengenai metode-metode pengajaran, mampu memanfaatkan perencanaan guru secara kelompok untuk menciptkan dan mengembangkan metode pengajaran yang relevan.[11]
Oleh karena guru menjadi bagian penting dalam dunia pendidikan maka seorang guru dituntut untuk selalu menjadi sosok yang mampu mencetak peserta didik yang intelektual dan beraklhak mulia.
Peran guru saat ini, tidak hanya mendidik siswa didepan kelas, tetapi juga mendidik masyarakat, tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial.[12]
6. Profesionalisme Pendidik dalam Pendidikan Islam
Dalam Islam, setiap pekarjaan harus dilakukan secara profesional. Dalam arti harus dilakukan dengan benar. Itu hanya bisa dilakukan oleh orang ahli. Rasul saw mengatakan:
اذاوسدالامرالى غىر اهله فانتظروا الساعة (رواه البخارى)
“ bila suatu urusan dikerjakan oleh orang yang tidak ahli, maka tunggulaha kehansuran”
Penerapan paham profesionalisme ini akan menghasilkan efek yang berganda;
Pertama, dengan meningkatkan profesionalisme akan mendapatkan pendidikan yang lebih bermutu. Penigkatan itu akan dinikmati oleh masyarakat dan pada gilirannya mutu masyarakat muslim juga akan meningkat.
Kedua, karena mutu yang baik maka peminat memasuki lembaga pendidikan itu juga akan meningkat. Mahasiswa atau murid akan meningkat jumlahnya. Kesempatan mendidik umat dalam jumlah besar muncul.
Ketiga, dari mahasiswa atau murid yang banyak itu akan masuk uang yang lebih banyak. Dari uang yang banyak itu kita dapat menggunakannya –sebagian- untuk lebih meningkatkan mutu. Jelaslah, penerapan profesionalisme akan menimbulkan suatu sinergi kearah lebih baik. Sinergi ini perlu dipahami karena selama ini seringkali pengelola sekolah bingung dari mana harus dimulai untukmeningkatka mutu pendidikan.[13]
Guru adalah pendidik, yakni bapak rohani umat dalam jumlah besar muncul(spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam. Dalam perkembangan berikutnya, paradigma pendidik tidak hanya bertugas sebagai pengajar tetapi sekaligus sebagai teladan bagi peserta didik yang secara langsung atau tidak memberikan nilai-nilai akhlak sehingga nantinya menjadi panutan peserta didik didalam kesehariannya. Artinya pendidik tidak hanya mentransper pengetahuan saja tetapi juga bertangung jawab atas pengelolaan, fasilitator, dan perencanaan. Maka dari penjelasan diatas, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan disimpulkan sebagai berikut;
1) Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penelitian setelah program dilakukan.
2) Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaa dan kepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah swt. Menciptakannya.
3) Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik, dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengerahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Lebih jauh Al-Ghazali melanjutkan bahwa pendidik disebutnya sebagai orang-orang besar (great individuals) yang aktivitasnya lebih baik dari pada ibadah setahun.[14]
* $tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
122. dan tidaklah (betul dan elok) orang-orang Yang beriman keluar semuanya (pergi berperang); oleh itu, hendaklah keluar sebagian saja dari tiap-tiap kaum di antara mereka, supaya orang-orang (yang tinggal) itu mempelajari secara mendalam ilmu Yang dituntut di dalam Agama, dan supaya mereka dapat mengajar kaumnya (yang keluar berjuang) apabila orang-orang itu kembali kepada mereka; Mudah-mudahan mereka dapat berjaga-jaga (dari melakukan larangan Allah). (QS. At-taubah; 122)
Guru tidak bisa dipisahkan dengan ilmu pengetahuan, sedangkan Islam amat menghargai pengetahuan. Penghargaan Islam terhadap ilmu tergambar dalam -arti lain- hadis-hadis yang artinya yang disimpulkanm sebagai berikut sebagaimana dikutip dari buku Asama Hasan Fahmi (1979;165) :
a) Tinta ulama lebih berharga dari pada darah syuhada
b) Orang berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadat, yang berpuasa dan menghabiskan malamnya untuk mengerjakan shalat, bahkan melebihi kebaikan orang yang berperang dijalan Allah,
c) Apabila meninggal seorang alim, maka terjadilah kekosongan dalam Islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh seorang alim yang lain.[15]
Dari penjelasan diatas, menurut penulis bahwa seorang pendidik dalam kedudukannya dalam Islam sangat mulia bahkan oleh sebagian pendapat mengatakan bahwa kedudukan pendidik satu tinggat dibawah para nabi dan Rasul. Namun tidak hanya kedudukan yang dikejar, tetapilebih dari itu, seorang pendidik harus mampu menjadi the graet individuals yang mempunyai SDM dan menjadi panutan buat peserta didik. Sehingga pada gilirannya tingkat keilmuan seorang pendidik akan menjawab semua tantangan dan inilah pendidik (guru) yang oleh zaman modern dikenal dengan istilah pendidik yang professional.
Seiring dengan tuntutan profesionalisme, maka profesionalisme tidak bisa dipisahkan dengan kualitas (mutu).
Pendidikan (secara umum) dikatakan bermutu jika out put mempunyai kualitas :
· Cerdas pandai
· Terampil
· Kepribadian terpuji
· Berwawasan luas
· Berdedikasi
· Kreatif
· Jujur dan adil
· Beretos kerja/kerja keras
· Memiliki kepekaan social
· Terpercaya dari masyarakat.
Dalam meningkatkan pendidikan bermutu maka kualiatas guru juga harus ditingkatkan, peningkatan tersebut diantaranya:
Ø Pendidikan guru
Ø Pengetahuan guru terhadap pelajaran dan pembelajaran
Ø Pengalaman guru
Ø Guru inspiratif dan kreatif atau inovatif
Ø Pembinaan profesi jabatan guru ditata dalam suatu system yang integral
Ø Proses pembelajaran yang memberikan kebebasan dan kreatifitas pada guru dan siswa. .[16]
Indicator-indikator tersebut adalah tuntutan profesionalisme yang akan menghasilkan mutu pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
7. Meningkatkan Mutu pelaksanaan UU No. 20 tahun 2003
Setidaknya ada tiga konsep yang ditonjolkan dalam UU No.20/2003 yakni; tentang otonomi daerah, daya saing, dan penguatan pendidikan keimanan dan ketakwaan.
Tiga konsep tersebut yang mungkin ‘kita sepakat’ bahwa poin ketiga itu sangat urgen (sekarang) dalam memecahkan dan mencari solusi agar krisis keimanan dan ketakwaan tidak membudaya di tengah masyarakat.
Gejala yang paling menonjol adalah tawuran dan mabuk (seperti selalu menjadi konsumsi media yang nyaris tiap hari diberitakan). Kasus ini sangat jelas menuntut profesionalisme dan peningkatan mutu pendidikan sehingga bukan krisis keimanan yang ditonjolkan melainkan aklah yang terpuji yang diakui masyarakat.
Kaitannya dengan kesuksesan pendidikan agama, maka paradigma pemikiran yang tertuang dalam UU No.2/1989 yang kira-kira berbunyi “pendidikan agama adalah tugas guru agama”. Itu terlihat pada tingkat pelaksanaan. Dalam UU No.20/2003 paradigma itu diubah menjadi “ pendidikan agama merupakan tugas bersama antara kepala sekolah, guru agama, guru umum, seluruh aparat sekolah, dan orang tua murid.”
Untuk menghasilkan out put yang teruji, maka dipilih strategi utama yang tahan banting yaitu penerapan metode internalisasi yang sekurang-kurangnya dengan dua teknik yaitu peneladanan dan pembiasaan.[17]
C. KESIMPULAN
Profesionalisme dalam pendidikan sangat dikedepankan bahkan menjadi tuntutan Undang-undang. Profesionalisme adalah sebuah peran yang harus bahkan wajib dimiliki oleh setiap insan yang mempunyai profesi. Profesionalisme guru/pendidik menjadi paling penting dalam dunia pendidikan, karena gurulah yang secara langsung membentuk peserta didik menjadi generasi yang siap (kualitas) dalam segala hal sesuai harapan bangsa dan agamanya.
DAPTAR PUSTAKA
Abdul Mujib, Jusuf Muzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta :Kencana Prenada Media, 2006
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani,Rohani dan Kalbu memanusiakan manusia, Bandung;Remaja RosdaKarya,2006
Pius A Partanto, M Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : ARKOLA,2001,
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, telaah system pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2009
Suyanto, Guru yang Profesional dan efektif, www.pustakaartikel.com
Soetjipto, Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta ; Rineka Cipta, 1999,
Udin Syaifudin Sa’ud, Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidikan, www.Pustakaartikel.com/html
www.pusatartikel.com,theNet/html/
Vanda, Peningkatan Profesionalisme Pendidikan dalam Upaya Meningkatakan mutu Pendidikan, www.pustakaartikel.com/theNET/html
Udin Syaifudin Sa’ud, Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidikan, www.Pustakaartikel.com/html
[1] Pius A Partanto, M Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : ARKOLA,2001, hal. 627
[2] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, telaah system pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2009, hal. 150
[3] www.pusatartikel.com,theNet/html/
[4] Vanda, Peningkatan Profesionalisme Pendidikan dalam Upaya Meningkatakan mutu Pendidikan, www.pustakaartikel.com/theNET/html
[5] Soetjipto, Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakart; Rineka Cipta, 1999, hal 223-224
[6]Udin Syaifudin Sa’ud, Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidikan, www.Pustakaartikel.com/html
[7]Ibid
[8]Wahyu , MS , Makalah Sosiologi Pendidikan, 2008
[9] Wahyu , MS , ibid
[10] Suyanto, Guru yang Profesional dan efektif, www.pustakaartikel.com
[11] Suyanto, ibid
[12] Soetjipto, Raflis Kosasi, op.cit, hal. 29
[13]Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani,Rohani dan Kalbu memanusiakan manusia, Bandung;Remaja RosdaKarya,2006, hal.263
[14]Abdul Mujib, Jusuf Muzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta :Kencana Prenada Media, 2006, hal. 89
[15]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008,hal.76
[16]Wahyu, op.cit. hal.9
[17]Ahmad Tafsir, op.cit. hal. 272
Tidak ada komentar:
Posting Komentar